Suatu ketika, Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabatnya, “Maukah kalian aku beritahu siapa “manusia terbaik”?” Mereka menjawab, “Tentu wahai Rasulullah!” Rasulullah menjawab, “Yaitu orang jika kalian memandangnya, ia mengingatkan kalian kepada Allah SWT.”
Laa ilaaha illa Allah! Itu lah manusia “terbaik” menurut Sang Rasul. Luar biasa! Siapakah diantara kita yang pernah menyaksikan atau bertemu dengan orang seperti itu? Orang yang benar-benar memiliki kekuatan magis Ilahi. Dia mampu menembus qalbu-qalbu yang hidup dan bersemi di ‘ladang ketakwaan’. Mungkin kita belum pernah bertemu dengan orang yang seperti itu. Sebaliknya, kita malah sering bertatap muka atau bahkan bertetangga dengan orang yang mengingatkan kita kepada “kenikmatan duniawi”. Kita selalu –jika bertemu dengan orang ini–diingatkan kepada anak, istri, saudara, ladang, peternakan, pertanian, pekerjaan, duit, tabungan, ATM, deposito dan sawah kita. Semuanya adalah kenikmatan dunia. Ya, kenikmatan semu dan palliative.
Perlu rasanya kita bertemu dan bersilaturahim dengan ‘orang ini’. Yang jika menatapnya, kita bergumam dalam hati, “Ya Allah.” Jika kita ngobrol dengannya, kita berucap refleks, “Subhanallah.” Kalau kita berpapasan dengannya kita berkata, “Allahu Akbar.” Seandainya kita bertetangga dengannya, kita selalu mengatakan, “Masya Allah.” Bukan hanya itu, jika kita melihatnya selalu diingatkan akan neraka, dosa dan kesalahan kita kepada Allah SWT.
Kita perlu mencari teman yang mampu mengingatkan kepada kita akan nikmat-nikmat Allah. Kita butuh seseorang yang mampu membeberkan kepada kita isi kitab suci Al-Qur’an. Kita memerlukan sosok orang yang mampu menggetarkan qalbu kita ketika diceritakan tentang kepribadian Rasulullah SAW. Kita juga sangat rindu kepada orang yang mampu membawa kita kepada dzikrullah, selalu ingat kepada Allah. Kapan itu bisa kita rasakan? Kapan itu bisa kita temui? Kapan itu bisa kita dapatkan? Kapan saja bisa. Saat ini juga bisa. Besok, insya Allah, bisa. Bahkan minggu depan juga mungkin. Kalau bisa hari ini kita melihat orang itu. Jangan tunggu hari esok. Jangan nanti minggu depan. Besok atau minggu depan, insya Allah mentari akan terbit seperti biasanya, karena itu pekerjaannya. Tapi mungkin kita sudah tidak ada lagi. Dan kita tidak akan bertemu dengan orang itu. Manusia terbaik yang dikatakan Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Indahnya kehidupan para sahabat. Jika Rasul SAW bercerita tentang neraka, mereka ingat akan dosa-dosa mereka ketika zaman Jahiliyah dulu. Mereka pun menangis. Tak sadar buliran bersih dan jernih mengalir di pipi mereka. Jika Sang Nabi bercerita tentang surga Allah, mereka gembira dan berdoa agar bisa termasuk sebagai ahli surga. Mereka begitu berharap agar bisa bersatu dengan Rasulullah di dalam surga. Setiap malam mereka bangun untuk qiyamullail. Mereka begitu rindu kepada Allah. Berbeda dengan kita.
Kita banyak diselimuti kemalasan. Orang bercerita tentang Allah kita tinggalkan. Orang berkisah tentang kehiudpan Nabi SAW kita anggap ketinggalan zaman. Orang bertutur tentang kehidupan para sahabat kita klaim tidak kompatibel dengan globalisasi. Bahkan ada yang berani mengatakan bahwa “surga dan neraka” itu tidak ada. Akhirat itu bohong. Surga itu hanya ‘opium’ yang membius masyarakat. Allah tidak ada. Allah adalah ilusi manusia yang terlalu mengikutkan perasaannya saja. Jika demikian, kapan kita akan merasakan kehadiran ‘Manusia Terbaik’ itu? Sementara ‘keran-keran’ yang mengarah ke sana sudah kita putus. Hidayah-hidayah menuju Allah sudah kita tolak mentah-mentah. Kita banyak yang apriori. Kita banyak merasa sudah tahu tentang Allah. Kita merasa sudah pintar, sudah hebat, sudah jago, dslb. Padahal “sekulit ari” pun belum sampai pengetahuan kita tentang Allah.
Sekarang tahu kan caranya bertemu dengan ‘Manusia Terbaik’ itu? Caranya adalah: cari keran-keran yang mengalirkan dan menghanyutkan kita kepada orang-orang yang berbicara tentang Allah. Tentang dzat-Nya, sifat-Nya, nama-nama-Nya yang baik (Asma’ul Husna), ciptaan-Nya, alam semesta-Nya, laut-Nya, daratan-Nya, hewan-Nya, air-Nya, bencana-Nya, nikmat-Nya, murka-Nya, ‘sindiran’-Nya, cobaan-Nya, cinta-Nya, ampunan-Nya, ‘senyum’-Nya, kasih-sayang-Nya, keindahan-Nya, dlsb.
Jika bertemu dengan orang itu, pastikan bahwa kita telah bertemu dengan ‘Manusia Terbaik’ itu.
“Ya Allah, pertemukan kami dengan ‘Manusia Terbaik’ itu. Yang mampu membuat qalbu-qalbu kami mampu menembus hijab yang selama ini menutupi mata kasat kami dari melihatmu. Jadikan qalbu kami bercahaya. Ya, cahaya yang mampu menembus kegelapan ‘kabut cinta’ yang menghalangi cinta kami kepada-Mu. Ya Rasulallah, ya Nabiyallah, semoga kami bisa bertemu dengan orang yang kau katakan itu. Kami rindu mereka, kami menginginkan kehadiran mereka. Semoga kami cepat bertemu dengan mereka. Kami ingin bertemu mereka secepatnya, saat ini juga.” []
sumber : http://ekakurnia.multiply.com/journal/item/81
Tidak ada komentar:
Posting Komentar